Thursday, November 29, 2012

Belajar Menjadi Istri Shalihah

Sikap Ketika Berbeda Pendapat

Sebagai seorang wanita/istri dari suami kita, pasti kadangkala terbesit di dalam hati untuk melawan, membantah dan sebagainya terhadap suami kita sendiri. Keinginan seperti itu akan muncul ketika terjadi perbedaan pendapat atau keinginan antara pasangan suami istri, tapi ingatlah wahai wanita, wahai para istri hal demikian adalah salah besar, karena selama suami-suami kita memimpin, menyuruh kita dalam hal kebaikan yaitu baik menurut syariat maka kita wajib untuk tunduk dan taat kepada suami kita. Terdapat banyak hadits-hadits yang meriwayatkan tentang wajibnya kita taat kepada suami kita antara lain:

Nabi n bersabda dalam haditsnya:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ
 
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan (menyenangkan)mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu.” HR. Ahmad (2/168) dan Muslim (no. 3628), namun hanya sampai pada lafadz:
 
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ 

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” 

Selebihnya adalah riwayat Ahmad dalam Musnad-nya (2/251, 432, 438) dan An-Nasa’i. Demikian pula Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah z, ia berkata:

قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النِّساَءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ بِمَا يَكْرَه

Ditanyakan kepada Rasulullah n: “Wanita (istri) yang bagaimanakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yang menyenangkan suaminya bila suaminya memandangnya, yang menaati suaminya bila suaminya memerintahnya, dan ia tidak menyelisihi suaminya dalam perkara dirinya dan tidak pula pada harta suaminya dengan apa yang dibenci suaminya.” (Dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil no. 1786)

Dari Abu Hurairah z dari Nabi n, beliau bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” HR. At-Tirmidzi no. 1159 dan Ibnu Majah no. 1853, kata Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, “Hasan Shahih.”

Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan lafadznya:

لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ، لِمَا جَعَلَ اللهُ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحُقُوْقِ

“…niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka dikarenakan kewajiban-kewajiban sebagai istri yang Allah bebankan atas mereka.” HR. Abu Dawud no. 2140, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud

Hadits di atas menunjukkan betapa tingginya kedudukan suami kita, dan bila terjadi perbedaan pendapat alangkah baiknya kita mengalah dan berpikir lagi dengan jernih sehingga kita dapat mempertimbangkan lagi kebaikan-kebaikan dari keinginan dan pendapat suami kita.

Taat Dengan Suami = Membuat Kita Terkekang

ada orang yang berpendapat bahwa taat kepada suami kita sendiri dapat membuat kita terkekang, tidak bisa menyalurkan bakat dan keahlian yang dimiliki, dsb maka hal itu salah karena sesungguhnya bila kita ridho, ikhlas menjalankan kewajiban kita sebagai seorang istri maka akan ada balasan dari Alloh yaitu kita dapat memasuki surga-Nya dari pintu mana saja.

Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah z, ia berkata, Rasulullah n bersabda:

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan

Wanita Berhijab Tidak Perlu Berdandan/Berhias 

Saya sering mendengar pendapat tentang seorang wanita yang berhijab tidak perlu untuk mempercantik dirinya, seperti merawat rambutnya, wajahnya, atau ada yang berpendapat "untuk apa kesalaon, toh kan ngga ada yang lihat". Pendapat seperti ini adalah salah besar, karena seorang wanita/istri tidak boleh untuk berhias kecuali di hadapan suaminya, malahan bila kita berhias dan suami kita menjadi senang maka sudah sewajarnya kita berhias untuk membahagiakan suami kita. Dan peringatan untuk para wanita yang keluar rumah dengan tabarruj hendaknya berhati-hati dengan ancaman yang dinyatakan Rasulullah n dalam sabdanya berikut ini:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَـمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Dari hadits diatas kita jadi tau bahwa anggapan dan kebiasaan orang lain yang berhias diri ketika akan pergi keluar rumah tapi tidak pernah memperhatikan penanmpilannya ketika di dalam rumah suaminya sendiri. Bila kita sudah menikah sudah sepantasnya kita berusaha semaksimal mungkin untuk berbakti dan membahagiakan suami kita dan salah satunya adalah mempercantik diri di hadapan suami.

Sikap Kita Ketika Suami Melakukan Kesalahan

Suami kita adalah manusia biasa sama dengan kita dan manusia lainnya yang tidak pernah luput dari kesalahan, dan apabila suami kita melakukan sesuatu yang kesalahan maka ingatkanlah mereka dengan cara yang baik, dan tidak menyakiti hatinya. Tapi bagaimana sikap kita jika suami kita sudah menyinggung atau menyakiti hati kita karena sikapnya? Maka pendapat saya: tetaplah berusaha untuk berusaha ikhlas untuk bisa memaafkannya dan berdo'alah semoga suami kita mendapatkan hidayah dari Alloh azawajala. Dan janganlah kita menjadikan kekurangan atau kesalahan suami kita untuk tidak taat lagi kepada mereka. Karena bagaimanapun suami adalah pemimpin kita yg hrus kita taati, selama dalam kemaslahatsan. 

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:

أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ الْأَعْظَمُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. ” (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma)

Janganlah kita menjadi istri yang durhaka kepada suami kita, dan janganlah karena kesalahan mereka kita dengan mudahnya meminta cerai, kecuali ada alasan syar'i.

Dalam kitab Sunan yang empat dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban z, ia berkata, “Rasulullah n bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ 
 
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.”HR. At-Tirmidzi no. 1187, Abu Dawud no. 2226, Ibnu Majah no. 2055, dan Ibnu Hibban no. 1320 (Mawarid), dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, dll.

Dalam hadits yang lain:
 
الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ

“Istri-istri yang minta khulu’ dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.”HR. Ahmad 2/414 dan Tirmidzi no. 1186, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Tirmidzi, Ash-Shahihah no. 633, dan Al-Misykat no. 3290. Mereka adalah wanita munafik yaitu bermaksiat secara batin, adapun secara zahir menampakkan ketaatan. Ath-Thibi berkata, “Hal ini dalam rangka mubalaghah (berlebih-lebihan/sangat) dalam mencerca perbuatan demikian.” (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)

Semoga Alloh menjadikan keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah. Untuk para pembaca dan untuk saya sendiri semoga ini menjadi bahan renungan untuk belajar bagaimana menjadi istri yang shalihah dan disayang oleh suami.

No comments:

Post a Comment